Beranda

Selasa, 10 Mei 2011

Rubik Opini 1

Zaman terus berubah. Pemikiran dan cara pandang
yang berkembang di tiap era punya karakteristik masingmasing. Dua atau tiga dekade lalu, image seorang dokter atau sebuah rumahsakit melekat erat dengan yang namanya pengabdian. Sekarang sudah mengalami pergeseran dan menjadi bagian dari industri.


Oleh : Dr. Djafar Asegaf
Sebuah rumah-sakit, menurut Djafar Asegaf, tidak mungkin beroperasi dengan baik tanpa konsep industri. "Cara pandang sekarang sudah lain. Kalau dulu, menjadi dokter (lembaga kesehatan) adalah untuk pengabdian, sekarang sudah menjadi industri. Karena tidak mungkin sebuah rumah-sakit tanpa konsep industri. Dan dari sana mereka berkembang," ujarnya.
Soal pengabdian, imbuh Asegaf, ada bagian yang diberikan atau dialokasikan misalnya dalam bentuk pajak. Inilah yang dinamakan subsidi. Pikiranpikiran semacam ini yang harus dikembangkan, dari bidang apa saja sebuah negara bisa mendapat penghasilan. Ambil contoh yang dilakukan Singapura, negara ini bisa mengoptimalkan penghasilan dari bidang pendidikan dan health.
"lau kita melihat Singapura, bukan main income negara dari bidang health. Apa yang mereka lakukan dalam bidang ini? Bukan hanya dari rumah-sakit, tapi juga dari industri terkait dengannya seperti industri ambulan dan pesawat terbang. Sumber lain yang bisa menjadi sumber income negara adalah edukasi. Kita bisa lihat misalnya jumlah orang Indonesia yang belajar di Australia, antara 6.000 sampai 10.000 orang. Minimal yang bisa didapat 50.000 US dollar," jelas dr Asegaf.

Jadi, kata dia, tanggung jawab atau kepedulian sosial sebuah rumah-sakit dalam bentuk pajak. Oleh karena itu, rumah-sakit butuh profit sehingga bisa hidup. "Menjadi dokter baik dan jadi pedagang juga baik. Tapi, paduan keduanya tidak baik. Kalau zaman dulu pegangan
ini bagus, karena pemerintah menyediakan uang. Tapi, hal itu tidak mungkin lagi. Sebab, sekarang era modern dan persaingan. Sebuah rumah-sakit harus survive, punya management skill, visi ke depan, dan termasuk kategori capital intensive," urai dia.
Nah dalam kasus ini, menurut Asegaf, RS Bunda merupakan pionir
terkait rumah-sakit yang punya motto memberikan pelayanan kepada publik dalam arti public service berkualitas. "Dr Rizal membangun ini sehingga menjadi outstanding dalam hal public service di bidang pelayanan ibu dan anak. Rumah-sakit ini pun mengembangkan teknologi sehingga mereka tidak perlu ke luar negeri. Dalam hal ini mereka telah membuat tero- Zaman terus berubah. Pemikiran dan cara pandang yang berkembang di tiap era punya karakteristik masingmasing. Dua atau tiga dekade lalu, image seorang dokter atau sebuah rumahsakit melekat erat dengan yang namanya pengabdian. Sekarang sudah mengalami pergeseran dan menjadi bagian dari industri. Rumah-Sakit Harus Profit, Sosial Via Pajak bosan," kata dia.
Keberhasilan yang diraih RS Bunda sekarang ini, lanjut dr Asegaf, tidak terlepas dari visi dan misi yang kuat dr Rizal sebagai pendiri serta bagaimana dia membangun relasi. Dan tentu saja, berkat inovasi-inovasinya serta orang-orang yang melaksanakan gagasan-gagasan dia.
"Dia (Dr Rizal) memiliki dan menggunakan sistem yang ada di Amerika. Misalnya, dengan membangun kerja sama dengan Bank Mandiri untuk mengembangkan dokter-dokter muda yang berbakat dan tekun. Menurut saya, dokter-dokter spesialisseharusnya bukan dari sekolah, tapi lahir dari rumah-sakit, pendekatannya hospital base," tambah dia.
Sekarang, sambung dr Asegaf, visi dan misi dr. Rizal harus tetap di maintenance yang tentunya disesuaikan perkembangan zaman. Temasuk dalam hal fungsi rumah-sakit sebagai basis lahirnya para spesialis.

"RS Bunda di masa mendatang akan dipimpin orang-orang muda. Mereka harus setangguh dr.Rizal. Dr. Rizal sendiri seyogyanya mendeliver management style and leadership. Juga, berbagi pandangan kepada yang muda-muda mengenai industri rumah-sakit. Saya optimis, ke depan manajemen Bunda bisa membangun klinik umum sehingga mengurangi beban RSCM," tutup Asegaf.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar